ABU DAWUD
(202 H / 817 M – Basra, 275 H / 888 M )
Abu Dawud adalah seorang Ulama besar, seorang Hafidz dan ahli dalam pelbagai ilmu pengetahuan keIslaman khususnya dalam Ilmu Fiqih dan Hadis. Nama lengkap beliau adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-Sijistani.
Pendidikannya dimulai dengan belajar bahasa Arab, dan pengetahuan agama lainnya. Sampai usia 21 tahun ia bermukim di Baghdad. Sesudah itu, ia melakukan perjalan panjang untuk mempelajari Hadis ke berbagai tempat, seperti Hedjazs, Syam (Suriah), Mesir, Khurasan, Taheran, Harat, Kufah, Tarsus, Basra dan Baghdad. Dalam perjalanan itu ia berjumpa dan berguru kepada para pakar hadis, seperti Ibnu Amr ad-Darir, Qa’nabi, Abi al-Walid at-Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hanbali, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Isman bin Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin Musarhid, Musa bin Ismail, Hasan bin AMr as-Sudusi, Amr bin Marzuq, Abdullah bin Muhammad an-Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Umaisarah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Musanna dan Muhammad bin al-Ala.
Setelah perjalan studi tersebut, Abu Dawud menghasilkan sebuah kitab hadis, sunan Abi Dawud. Kitab ini dinilai sebagai kitab standar peringkat kedua dalam bidang hadis sesudah kitab standar pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Karena itu, lepas dari perbedaan pendapat mengenai masuk tidaknya kitab hadis mutawatta’(karya Imam Malik), Sunan Abi Dawud termasuk kedalam kelompok al-Kutub as-Sittah (Enam Kitab Hadis). Khusus pada kelompok hadis peringkat kedua, karya Abu Dawud tersebut sering ditempatkan pada urutan pertama.
Dalm kitabnya tersebut, Abu Dawud mengumpulkan 4.800 hadis dari 500.000 hadis yang ia catat dan hafal. Kitab ini disusun menurut sistematika fikih, yakni memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum.
Banyak ulama hadis yang tercatat telah berguru dan mengambil hadis dari Abu Dawud, diantaranya an-Nasa’i, Abu Bakar bin Abu Dawud (Anaknya), Abu Uwanah, Abu Basyar ad-Daulabi, Ali bin Hasan bin Abd, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Mulk, Abu Sa’id bi Arabi, Abu Ali al-Lu’Lui, Abu Bakar bin Dasah, dan Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Juludi.
Kitab Sunan Abi Dawud merupakan yang paling popular diantara karangan-karangannya yang lain yang berjumlah 20 judul. Tidak kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk komentar, ringkasan dan revisi.
Ketenaran Abu Dawud di bidang hadis bukan karena Sunan Abi Dawud termasuk ke dalam al-Kutub as-Sittah dan kaya dengan hadis hukum sebagai ciri khasnya, melainkan juga karena kitabnya ini menjelaskan hadis-hadis yang shahih dan tidak shahih menurut penilaiannya; bahkan beliau juga membuat rumusan tentang hadis “shahih”, sebuah istilah yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal dan pada masa selanjutnya menjadi istilah ilmu hadis yang didebatkan para ahli, karena kesamaran tentang apa yang dimaksudkan oleh Abu Dawud.
Di samping kepakarannya di bidang hadis, perjalan Abu Dawud untuk mencari ilmu dari satu tempat ke tempat yang lain telah membentuknya menjadi pakar hukum dan kritikus pada masanya.
Pada masa hidupnya di daerah-daerah tertentu sering terjadi kerusuhan yang puncaknya adalah pemberontakan Zanj pada tahun 257 H. setelah pemberontakan itu reda, gubernur Basra, Abu Ahmad meminta agar Abu Dawud mau menetap di Basra, di mana bermukim para pakar di pelbagai bidang. Tetapi baru pada tahun 272 H Abu Dawud memenuhi permintaan tersebut. Sejak saat itu hingga kewafatannya beliau menetap di kota tersebut.
(202 H / 817 M – Basra, 275 H / 888 M )
Abu Dawud adalah seorang Ulama besar, seorang Hafidz dan ahli dalam pelbagai ilmu pengetahuan keIslaman khususnya dalam Ilmu Fiqih dan Hadis. Nama lengkap beliau adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-Sijistani.
Pendidikannya dimulai dengan belajar bahasa Arab, dan pengetahuan agama lainnya. Sampai usia 21 tahun ia bermukim di Baghdad. Sesudah itu, ia melakukan perjalan panjang untuk mempelajari Hadis ke berbagai tempat, seperti Hedjazs, Syam (Suriah), Mesir, Khurasan, Taheran, Harat, Kufah, Tarsus, Basra dan Baghdad. Dalam perjalanan itu ia berjumpa dan berguru kepada para pakar hadis, seperti Ibnu Amr ad-Darir, Qa’nabi, Abi al-Walid at-Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hanbali, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Isman bin Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin Musarhid, Musa bin Ismail, Hasan bin AMr as-Sudusi, Amr bin Marzuq, Abdullah bin Muhammad an-Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Umaisarah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Musanna dan Muhammad bin al-Ala.
Setelah perjalan studi tersebut, Abu Dawud menghasilkan sebuah kitab hadis, sunan Abi Dawud. Kitab ini dinilai sebagai kitab standar peringkat kedua dalam bidang hadis sesudah kitab standar pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Karena itu, lepas dari perbedaan pendapat mengenai masuk tidaknya kitab hadis mutawatta’(karya Imam Malik), Sunan Abi Dawud termasuk kedalam kelompok al-Kutub as-Sittah (Enam Kitab Hadis). Khusus pada kelompok hadis peringkat kedua, karya Abu Dawud tersebut sering ditempatkan pada urutan pertama.
Dalm kitabnya tersebut, Abu Dawud mengumpulkan 4.800 hadis dari 500.000 hadis yang ia catat dan hafal. Kitab ini disusun menurut sistematika fikih, yakni memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum.
Banyak ulama hadis yang tercatat telah berguru dan mengambil hadis dari Abu Dawud, diantaranya an-Nasa’i, Abu Bakar bin Abu Dawud (Anaknya), Abu Uwanah, Abu Basyar ad-Daulabi, Ali bin Hasan bin Abd, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Mulk, Abu Sa’id bi Arabi, Abu Ali al-Lu’Lui, Abu Bakar bin Dasah, dan Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Juludi.
Kitab Sunan Abi Dawud merupakan yang paling popular diantara karangan-karangannya yang lain yang berjumlah 20 judul. Tidak kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk komentar, ringkasan dan revisi.
Ketenaran Abu Dawud di bidang hadis bukan karena Sunan Abi Dawud termasuk ke dalam al-Kutub as-Sittah dan kaya dengan hadis hukum sebagai ciri khasnya, melainkan juga karena kitabnya ini menjelaskan hadis-hadis yang shahih dan tidak shahih menurut penilaiannya; bahkan beliau juga membuat rumusan tentang hadis “shahih”, sebuah istilah yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal dan pada masa selanjutnya menjadi istilah ilmu hadis yang didebatkan para ahli, karena kesamaran tentang apa yang dimaksudkan oleh Abu Dawud.
Di samping kepakarannya di bidang hadis, perjalan Abu Dawud untuk mencari ilmu dari satu tempat ke tempat yang lain telah membentuknya menjadi pakar hukum dan kritikus pada masanya.
Pada masa hidupnya di daerah-daerah tertentu sering terjadi kerusuhan yang puncaknya adalah pemberontakan Zanj pada tahun 257 H. setelah pemberontakan itu reda, gubernur Basra, Abu Ahmad meminta agar Abu Dawud mau menetap di Basra, di mana bermukim para pakar di pelbagai bidang. Tetapi baru pada tahun 272 H Abu Dawud memenuhi permintaan tersebut. Sejak saat itu hingga kewafatannya beliau menetap di kota tersebut.
No comments:
Post a Comment