Secara harfiah identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada sesuatu atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain. Pengertian Identitas pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Dengan demikian identitas nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu bangsa yang membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan Identitas nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terbuka dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat di jaga dan dilestarikan, sehingga mengakibatkan identitas global akan mempengaruhi nilai identitas nasional itu sendiri.
Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis.
Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:
1. Pola Perilaku
adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya : adat istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya.
2. Lambang-Lambang
adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang ,Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu Kebangsaan.
3. Alat-alat perlengkapan
adalah Sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan tekhnologi, misalnya : bangunan candi, Masjid, Gereja, Peralatan manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok tanam : dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat terbang, dan lainnya
4. Tujuan yang Ingin dicapai
Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : Budaya Unggul, presentasi dalam bidang tertentu .Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah Negara, tujuan bersama bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45, Yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia.
Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional
Salah satu identitas bangsa
- Sejarah
Menurut cacatan sejarah, sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang Modern, bangsa
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur yaitu : akal budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa
3. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa
4. Agama
Keanekaragam Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia .sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah ,kedudukan bahasa Indonesia( bangsa yang digunakan bahasa melayu )sebagai bahasa penghubung ( lingua franca ) berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa
PANCASILA : Nilai Bersama Dalam Kehidupan Kebangsaan Dan Kenegaraaan
Tidak pernah ada suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang dianggap baik dan memperkaya nilai-nilai lokal. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar acap kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran kehilangan identitas namun tidak pula berhasil hidup dengan identitas barunya yang diadopsi dari luar. Kegagalan Turki untuk menjadi bangsa modern ala Eropa atau ketidakstabilan politik yang terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya Philipina yang berusaha keras meniru sistem politik ala Amerika, dapat dijadikan contoh bahwa mengadopsi sistem nilai demokrasi Barat harus dilakukan secara cerdas, kritis, dan bijaksana.
Bersikap cerdas dan bijaksana adalah dengan cara tidak apriori terhadap segala kebaikan demokrasi Barat tetapi juga tidak meniru secara membabi buta apa saja yang berkembang subur di dunia barat. Kekhasan-kekhasan geografis dan budaya terdapat di belahan dunia barat dan timur memaksakan barat dan timur untuk hidup dengan kekhasannya sendiri, namun tidak menutup untuk bekerja sama dalam universal terkait dengan penegakan keadilan dan penciptaan dunia yang lebih aman dan manusiawi. Searah dengan pandangan dunia ini,
Pancasila adalah capaian demokrasi paling penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa ( founding fathers )
Reformasi yang sejatinya merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa yang besar dan perubahan menuju tatanan nasional yang lebih baik (continuity and changes), sebaliknya ia telah menjelma laksana bola api panas.
REVITALISASI PANCASILA DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK
Gelombang demokrasi ( democracy wave ) dalam bentuk tuntutan reformasi di Negara-negara tidak demokrasi, termasuk
Menurut Azra, paling tidak ada tiga faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam perkembangannya saat ini. Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Rezim Soeharto, misalnya, menetapkan Pancasila sebagai azas tunggal bagi setiap organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Rezim tersebut juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang diindoktrinasikan secara paksa melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( P4 ).
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan Presiden BJ. Habibi tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi-ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama. Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Ketiga, desetralisasi damotonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentiment kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentiment local- nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nasionalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses desentralisasi akan makin hilang posisi sentralnya. Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila di atas maka, perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan posisi Pancasila bagi masa depan Pancasila sebagai negara moden. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi
Karena Pancasila yang krusial seperti ini, tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Lebih lanjut azra menjelaskan, Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai public discourse (wacana public). Dengan menjadi wacana publik sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran baru dan pemaknaan baru. Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk mengembangkan kembali Pancasila sebagai ideology terbuka yang dapat di maknai secara terus menerus sehingga dapat terus relevan dalam kehidupan bangsa dan Negara
Rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Tiga kepemimpinan nasional pasca Soeharto sejak dari presiden BJ Habibie, presiden Abdurrahman Wahid, sampai presiden Megawati Soekarno Putri, lanjut azra, telah gagal membawa Pancasila kedalam wacana dan kesadaran publik.
Globalisasi, Glokakalisasi, dan Ketahanan Nasional
a. Hakikat Globalisasi
Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat denga faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturisasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan dalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi adalah suatu kebutuhan, mengingat majemuknya fenomena tersebut. Menurut Stiglitz sebagai mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan triwinowo di sauatu sisi globalisasi menbawa potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak Negara, peningkatan standar hidup serta perluasan akses atas informasi dan teknologi, di sisi lain telah membawa kesenjangan utara-selatan serta kemiskinan global.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000), sebagai mana dikutip Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering di dentikkan dengan: 1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal: 2. liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang, kendali devisa dan ijin masuk suatu Negara:( visa). 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc Donald, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru dunia. 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam hidup dan budaya barat atau amerika: 5. De-teroterialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan distance menjadi berubah. Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang hingga diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik.
Lebih lanjut sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Tilaar, bahwa pada dasar proses globalisasi menampakkan wajahnya dalam: 1. Keterkaitan (interconnectedness) seluruh masyarakat; 2. perusahaan-perusahaan trans- nasional berperan dalam ekonomi global; 3.intergrasi ekonomi internasional dalam produksi global; 4. Sistem media trans-nasional yang membentuk “kampung global“ (global village); 5. Turisme global dan imperalime media; 6. Konsumerisme dan budaya global (“macdonaldization”)
Menurut B. Herry Ppriyono, ada tiga lapis definisi globalisasi. Lapis pertama, globalisasi sebagai transformasi kondisi spasial temporal kehidupan. Hidup yang kita alami mengandaikan ruang (space) dan waktu (time). Nama fakta itu juga berarti jika terjadi perunahan dalan pengelolaan tata ruang waktu, terjadi juga pengorganisasian hidup. Misalnya, bila sebuah berita yang dikirim dari Jakarta kepada keluarga dan Papua tidak lagi membutuhkan waktu 30 hari ( seperti 100 tahun lalu ) atau 7 hari ( melalui pos hari ini ), tetapi membutuhkan satu menit melalui telepon, maka ada yang berubah dalam kordinasi interaksi manusia. Contoh tersebut jika di bawah ke skala dan lingkup dunia, kurang lebih itulah globalisasi. Ahli geografi, David Harvey, menyebutnya sebagai gejala “pemadatan ruang-waktu”. Sedangkan Anthoni Giddens mengartikan globalisasi sebagai ”aksi dari kejauhan “. Dengan kata lain, pada lapis ini globalisasi menyangkut transfomasi cara-cara kita menghidupi ruang dan waktu globalisasi adalah perubahan kondisi special temporal kehidupan; ruang dan waktu tidak lagi di alami sebatas lingkup suku atau negara bangsa, tetapi seluas bola dunia.
Lapis kedua, globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berfikir, cara merasa dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi hanya di pengaruhi oleh peristiwa yang tejadi dalam lingkup hidup dimana kita berada, tetapi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dermikian pula dalam hal budaya , ekonomi, politik, hukum, bisnis, dan sebagainya.dengan kata lain, pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan ke lingkup dan skala seluas bola dunia.
Lapisan ketiga, globalisasi sebagai tansformasi modus tindakan dan praktik. Inilah lapis arti globalisasi yang banyak di tampilkan secara publik oleh para pelaku bisnis serta pejabat serta di dalam citra media. Pada lapisan ini, globalisasi menujuk pada “proses kaitan yang makin erat semua aspek kehidupan pada skala mondial”. Gejala yang muncul dari interaksi yang makin intensif dalam perdagangan, transaksi , finansial, media, budaya, tranportasi, teknologi, infomasi dan sebagainya.
Dalam keragaman dimensi kultural, hukum dan politik yang terlibat dalam globalisasi, yang akan diajukan adalah bahwa globalisasi terutama di gerakan oleh praktik penjelajahan sektor bisnis yang terus menerus mencari wilayah baru bagi produksi, distibusi dan pasar yang paling menguntungkan bagi proses akumulasi modal dan laba. Sebuah proyek besar bernama the global history merupakan penelitian yang sampai sekarang mungkin paling komprehesif mengenai kaitan antara globalisasi dan bisnis transnasional. Dengan atlas dan data stastistik yang banyak, Gabel dan Bruner menyimpulkan bahwa “globalisasi dan perusahaan transnasional terkait satu sama lain seperti ayam dan telur”.
Atlas itu memetakan dengan rinci evolusi daya penentuan perusahaan-perusahaan trans nasional terhadap corak globalisasi dewasa ini. Kekuatan-kekuatan bisnis transnasional itu,dalam istilah Gabel dan Bruner ”sesungguhnya sosok-sosok levianthan di zaman kita“. Sedangkan Alvaro J. de Ragil menyebut gejala itu sebagai corpocracy , atau pemeritahan dunia oleh jaringan bisnis raksasa. Dengan kata lain, pada jantung globalisasi pada coraknya seperti sekarang ini terlibat ekspansi secara besar-besaran kekuasaan bisnis, terutama perusahaan-perusahaan transnasional.
Dengan demikian, peningkatan saling keterkaitan antar seseorang atau satu bangsa dengan bangsa lainnya telah menggiring dunia pada desa globalisasi (global village). Desa global merupakan kenyataan sosial yang saling tetpisah secara fisik tetapi saling berhubungan dan memengaruhi secara non fisik. seperti harga minyak bumi di pasar dunia yang sangat memengaruhi harga bahan bakar minyak di
1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik dalam mengirim dan menerima informasi,
Dengan media internet, memungkinkan pengiriman informasi dalam jumlah yang tidak terbatas, dalam waktu yang lebih cepat, dan dengan biaya lebih murah. Melalui media internet siapapun dapat mengirim dan mengakses informasi tanpa persyaratan lisensi atau bukti kompetensi apapun.
Keadaan tersebut membawa beberapa akibat sosial dan budaya :
Pertama, mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi. Informasi tentang keadaan di tempat lain atau situasi orang lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang lebih luas dan aktual dari ada yang ada sebelumnya, informasi ini pada giliranya dapat menimbulkan suatu solidaritas global yang melintasi kelompok etnis, batas teritorial negara, atau kelompok agama. Pada saat yang sama, informasi yang serba canggih ini dapat pula memberikan kemudahan bagi seseorang atau suatu kelompok untuk bergabung dengan kelompok kejahatan lintas negara untuk merancang kejahatan internasional yang terorganisir. jaringan terorisme internasional dapat dimsukan ke dalam kelompok ini.
Kedua, dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang berfungsi. Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang berada di sebuah kampung di Jayapura, misalnya, dapat berhubungan langsung lewat internet dengan seseorang di
Ketiga, semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan sosial seperti umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat atau rakyat, tingkat pendidikan menjadi tidak lagi menjadi penting dalam konteks infomasi melalui jalur internet.
2. Beberapa Kecenderungan Gelombang Globalisasi terhadap Nasionalisme
Berbagai gejala globalisasi seperti dijabarkan di atas, membawa akibat dalam tata kehidupan manusia, dalam pola tingkah laku, bahkan dalam sistem nilai yang berlaku. ada beberapa kecenderungan dari gelombang globalisasi ;
pertama, seperti telah di sebutkan bahwa salah satu pengaruh yang sangat kuat dari globalisasi informasi hilangnya diferensiasi sosial dan dengan itu hirarki sosial menjadi tidak tepat lagi. Dengan demikian otoritas yang didasarkan pada hirarki sosial cepat atau lambat akan kehilangan kekuatan dan aktualitasnya. Pada akhirnya hubungan sosial ditentukan oleh kebebasan dan kepercayaan (trust). Kalau ada kebutuhan akan kekuasaan, maka kekuasaan itu di tentukan oleh kesepakatan bersama. Kekuasaan tidak lagi menduduki fungsi primer, ia hanya bersifat subsider. Faktor yang lebih menentukan kehidupan bersama adalah kepercayaan dan komunikasi horizontal di antara anggota suatu kelompok atau antar warga negara tanpa mempertimbangkan atribut dalam hirarki sosial.
Kedua, dengan adanya arus lalu lintas informasi yang sangat canggih (information super highway) pengawasaan terhadap akses informasi oleh lembaga sensor atau negara semakin berkurang. hal serupa juga berlaku di bidang lainnya, seperti pendidikan dan pemeritahan.
Ketiga, munculnya ( cyberspace ) yang menenorobos batas toritorial negara akan berdampak Negara tidak lagi memonopoli semua peraturan. Peralihan ini pada tingkat politik menunjukan peralihan dari government ke governace, dan peralihan dari sifat pengawasaan nasional sentralistik ke pengawasan yang bersifat lokal atau otonom . dengan demikian, sentralisme negara tidak lagi efektif.
Keempat, adanya suatu gelombang perubahan di dalam konstilasi politik global. Didalam gelombang globalisasi konstilasi politik mengarah pada kerangka multipoler. Perdagangan misalnya tidak lagi bersifat hubungan dua negara tetapi dengan berbagai Negara.
Kelima, saling menguatnya hubungan antar negara yang berarti semakin kuatnya saling ketergantungan, keterkaitan tersebut mempunyai dampak positif maupun negatif.
Keenam, globalisasi menonjolkan permainan-permainan baru dalam kehidupan masyarakat, yaitu aktor- aktor non pemerintahan, atau yang disebut Lembaga Swadaya Masyarakat.
Ketujuh, lahirnya ageda-agenda baru dalam hubungan internasional dan keinginan untuk mengatur suatu tata cara atau pengelolaan sistem global. Demikian juga, rasa sesuatu kebutuhan akan adanya global governace yang mengatur tatacara yang mengatur kehidupan dunia yang mengglobal.
3. Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang Globalisasi
Beberapa yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Program melawan kemiskinan. Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf tetapi juga dapat mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya manusianya rendah, serta kurangnya sumber daya alam. Masalah kemiskinan bukan hanya milik suatu masyarakat tetapi merupakan tanggung jawab intenasional. Kesenjangan antara Negara kaya dan Negara miskin semakin melebar di dalam era globalisasi apabila tidak diambil langkah untuk membantu yang lemah.
2. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat saja mengijak-injak hak asasi manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan ekonomi semata-mata berdasarkan frofit. Hak Asasi Manusia perlu dijaga dan dikembangkan oleh karena itu dengan menghormati Hak Asasi Manusia maka demokrasi akan semakin berkembang. Oleh sebab itu, hak asasi manusia harus menjadi agenda internasional untuk menjadi bentang dari arus globalisasi yang dapat bersifat dehomanisasi.
3. Menciptakan dan memelihara tatanan dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi tidak dapat dilakukan di dalam negara yang kacau. Kini manusia berlomba-lomba untuk menciptakan dunia yang lebih makmur dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan di dalam kerja sama internasional yang aman. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk meningkatkan kerjasama multilateral haruslah dipacu.
4. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi dankeuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan lama yang dilahirkan pada masa perang dingin seta tatanan dunia yang lama, seperti badan-badan IMF, World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai dengan tuntutan hidup internasional yang baru.
5. Melindungi dan memelihara planet bumi sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama manusia. Oleh kerena itu tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia.
6. Kerja sama regional perlu di kembangkan di dalam rangka kerja sama internasional. Bahkan Alan Rugman di dalam bukunya The end of Globalization menyatakan bahwa sebenarnya kerja sama internasional tertumpu pada kerja sama regional, bahkan kerja sama bilateral atau kerja sama nasional dalam rangka kerja sama regional tersebut.
b. Glokalisasi
Salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi adalah glokalisasi. Istilah glokalisasi dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977 dalam konfrensi “Globalization and Indigenous Culture”. Secara umum glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan karakter lokal.
Dalam wilayah budaya , glokalisasi dimaknai dengan munculnya interpretasi produk-produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat didalam berbagai wilayah budaya. Interprestasi lokal masyarakat tersebut kemudian juga membuka kemungkinan adanya pergeseran makna atas nilai budaya. Dalam proses glokalisasi medium bahasa juga di pergunakan.
c. Ketahanan Nasional dan Globalisasi
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Dalam rangka ketahanan nasional, peluang dan tatangan bangsa
1. Bidang politik
2. bidang Ekonomi
3. bidang sosial budaya.
Multi kulturisme:
Antara Nasionalisme dan Globalisasi
Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya wacana multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa maupun agama. Gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan
Multikultural menjadi semacam respon kebijakan baru dalam keragaman, dengan kata lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas tersebut diperlukan sama oleh warga negara maupan negara.
Menurut Achmad Fedyani Safiudin menyatakan ada tiga cara pandang atau pemahaman orang tentang multikulturisme, yaitu; 1, Popular; 2. akademik; 3. politis.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peacepul co-existace, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka.
Multikulturisme diantara nasionallisme dan globalisasi
Dalam sejarahnya, nasioanalisme
Nasionalisme
Model tatanan sosial berbasis paradikma multikulturalisme sebenarnya telah di gunakan sebagai acuan oleh para founding father dalam mendesain kebudayaan
Upaya membangun Indonesia yang miltikulural hanya mungkin dapat terwujud bila: pertama,konsep miltikiulturalisme menyebarluas dan di fahmi masyarakat Indonesia, serts adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional untuk mengadopsi menjadikan sebagai pedoman; kedua, kesamaan pemahaman di antara masyarakat mengenai makna multikulturalismedan bangunan konsep yang mendukungnya.lebih lanjut achmad fetyani syafiudin menyatakan ada lima hal penting jika melihat hubungan antara pancasila dan multikulturalisme, pertama; yakni menekankan perwujudan ide menjadi tindakkan, kedua; multikulturalisme harus menjadi grand strategy ke masa depan,khususnya dalam pendidikkan nasional yang menekankan learning by doing orpracticing, dan tidak lagi semata-mata kognitif; ketiga, dengan memosisikan multikulturalisme sebagai wujud pancasila, atau dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa karena intergrasi bangsa tertumpupada persoalan kebudayaan; keempat, kalau multi kulturalisme didefinisikan sebagai kebudayaan yang hidup berdampingan, yang menghargai keberadaan kebudayaan satu sama lain, dan memposisikan pancasila sebagi cita-cita berbangsa dan Negara maka keselarasan hidup berbudaya akan terwujud; kelima, perubahan dari cara berfikir plularisme ke multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan kebudayaanyang menyanbgkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan.di perlukan dua persyaratan, Pertama, kita memiliki pemahaman yang mendalam mengenai model kulturalisme yang sesuai dengan kondisi Indonesia; kedua, kebijakan itu harus berjangka panjang, konsisten, dan membutuhkan kondisi politik yang mendukung.
Konsep masyarakat multicultural dapat menjadi wadah pengembangan demokrasi dan masyarakat madani di Indonesia. Kemajemukan bangsa
Yang dimaksud dengan modal sosial dari suatu masyarakat ialah sistem nilai yang hidup dan dipelihara serta dihormati dan untuk dilaksanakan di dalam suatu masyarakat. Dalam rangka untuk menjaga kohesi dan integrasi sosial maka modal sosial yang harus di kembangkan ialah:
- Ideologi dan tradisi lokal masih berfungsi harus dipelihara.
- menjaga dan melaksanakan jaringa sosial yang masih berfungsi.
- Institusi- nistitusi lokal yang masih berfungsi dan adaptik terhadap perubahan haruslah dipertahankan.
hhttuhyjytyerfe
ReplyDelete