Bangsa
Pada masa jahiliyah adab diartikan sebagai undangan makan atau undangan jamuan. Arti ini sudah jarang dipergunakan, kecuali pada kata ma’dubah dari akar kata yang sama dengan adab, yang berarti jamuan, hidangan. Kata kerja ( verbanya ) berarti menjamu, menghidangkan makanan. Arti yang lain adalah akhlak yang baik atau budi pekerti mulia.
Pada masa permulaan Islam kata adab selain berarti akhlak yang baik, juga berarti pengajaran dan pendidikan yang baik seperti terlihat dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW ; “addabi rabbi fa ahsana ta’dibi” ( Tuhanku mendidikku dengan sebaik-baik pendidikan ).
Pada masa abbasiyah kata tersebut berarti semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan umat manusia, dan juga berarti tata cara yang mesti diikuti dalam suatu disiplin ilmu atau suatu pekerjaan atau sama artinya dengan etiket pada masa kini. Maka muncullah adab menulis, adab bergaul, adab berusaha, adab berdikusi dan lain sebagainya. Selain itu kata adab juga digunakan untuk menunjukkan arti kefasihan dan kehalusan ucapan serta hafalan bait-bait syair untuk memperindah pembicaraan.
Pada masa kebangkitan (nahdah) bahasa dan sastra Arab semenjak permulaan abad ke-19 sampai kini, kata adab mempunyai arti umum dan arti khusus.
Adab dalam arti umum adalah karya-karya yang dihasilkan oleh para cendikiawan, pengarang dan penyair. Sedangkan dalam arti khusus adalah ungkapan yang tersusun dalam
Ulama juga memberikan beberapa kontribusi tentang perluasan dari tuntunan Al-Qur’an dan hadits tentang penjabaran adab itu sendiri. Diantaranya adab memberi salam, adab masuk kerumah orang lain, adab berjabat tangan dan berpelukan, adab hendak tidur, adab bangun tidur, berbaring dn berjalan, adab mandi, adab makan dan minum, adab ke toilet, adab imam dan makmum, adab jum’at, adab puasa, adab murid terhadap guru dan lain sebagainya.
Menurut Abu Bakar al-Jarazi dalam kitabnya Minhaj al-Muslim, beliau menyebutkan ada empat belas adab, yaitu ; (1) adab berniat; (2) adab terhadap Tuhan; (3) adab terhadap Al-Qur’an; (4) adab terhadap Rasulullah SAW; (5) adab terhadap diri sendiri berupap tobat, control diri, menghitung diri, dan mujahadah; (6) adab terhadap makhluk Allah; (7) adab ukhuwah; (8) adab duduk di majelis pertemuan; (9) adab makan dan minum; (10) adab bertamu; (11) adab bepergian; (12) adab berpakaian; (13) adab sifat-sifat fitrah; (14) adab tidur.
Sedangkan menurut Imam Ghazali untuk mencapai derajat kesufian, beliau membagi adab menjadi dua bagian, (1) adab khidmah, yaitu fana dari memandang ibadah yang dilakukannya hanya semata-mata karena Allah dan izin dari Allah SWT; (2) adab ahli hadrah uluhiyah, yaitu adab yang mereka lakukan adalah mengikuti adab Rasulullah SAW lahir dan bathin.
Abu Nashr as-Saraj at-Tusi mengatakan ada tiga tingkatan manusia dalam melaksanakan adab. Pertama, ahli dunia, adab mereka pada umumnya dalam kemahiran berbicara, menghafal ilmu pengetahuan, sejarah, dan syair. Kedua, ahli agama, adab mereka adalah melatih mental dan anggota, memelihara aturan hukum agama dan memlihara syahwat. Ketiga, adab ahli khususiah, adab mereka pada umumnya adalah membersihkan hati dan memelihara kejernihan pandangan hatinya, memelihara waktu dan sedikit sekali dari waktunya yang tidak bermanfaat dan selalu mengingat Allah di setiap waktu.
No comments:
Post a Comment