Secara etimologis berarti terang, yakin, dan sebenarnya. Dalam filsafat, hakikat diartikan inti dari sesuatu, yang meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat berubah-ubah, namun inti tersebut tetap lestari. Contoh, dalam Filsafat Yunani terdapat nama Thales, yang memiliki pokok pikiran bahwa hakikat segala sesuatu adalah air. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok, dan inti segalanya. Semua hal meskipun mempunyai sifat dan bentuk yang beraneka ragam, namun intinya adalah satu yaitu air. Segala sesuatu berasal dari air dan akan kembali pada air.
Karena hakikat sesuatu itu senantiasa ada, maka kalangan filsuf Islam ada yang memandang bahwa alam ini adalah kekal. Yang berubah pada alam ini hanya bentuk dan sifatnya, sedangkan intinya adalah bersifat lestari. Hakikat yang universal seperti ini disebut oleh al-Khindi dengan Haqiqah Kulliyah atau bisa disebut juga nahiyah.
Di samping hakikat yang universal tersebut ada lagi hakikat yang terdapat pada masing-masing benda atau pada sesuatu yang ada. Hakikat ini dapat dinamakan dengan Haqiqah Juz’iyah atau biasa juga disebut aniyah.
Bagi Ibnu Sina, dua hakikat yang disebut di atas hanya ada pada benak manusia, sedangkan yang tampak pada kenyataan adalah wujud hakikat tersebut. Jadi yang paling berperanan bagi Ibnu Sina pada sesuatu adalah wujudnya.
Istilah hakikat juga dipergunakan di kalangan tasawuf sebagai imbangan kata syariat. Kata hakikat disini identik dengan aspek kerohanian dari ajaran Islam. Karena itu kajian tentang hakikat dimulai dengan aspek moral yang dibarengi dengan aspek ibadah. Jika kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, akan meningkatlah kondisi mental seseorang dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi melewati fase-fase. Suatu saat, ketika kondisi mentalnya telah sampai pada tingkat tertinggi, Tuhan akan menerangi hati sanubari orang tersebut dengan nur-Nya, sehingga pada wakti itu ia betul-betul dengan dengan Tuhan, dapat mengenal Tuhan, dan dapat melihatNya dengan mata hatinya. Orang yang telah sampai pada tingkat ini di kalangan tasawuf dinamakan ahli hakikat.
Lebih jauh bila hakikat dipergunakan untuk Tuhan, maka artinya menurut kajian tasawuf ialah sifat-sifat Allah SWT. Adapun zat Allah SWT sendiri disebut dengan al-Haqq. Kajian tentang hakikat dan al-Haqq ini pertama kali dikembangkan oleh al-Hallaj, kemudian dikembangkan oleh Ibnu Arabi.
Bagi al-Hallaj, antara manusia dan Tuhan terdapat jarak sehingga masing-masing mempunyai hakikat sendiri-sendiri. Tetapi antara dua hakikat itu terdapat kesamaan. Dengan demikian bila kesamaan itu telah semakin mendekat, maka kaburlah garis pemisah antara keduanya. Ketika itu terjadilah persatuan ( hulul ) antara al-Haqq dan manusia.
Sedangkan bagi Ibnu Arabi, segala sesuatu yang ada berasal dari Tuhan. Oleh karena itu ia bergabung dalam wujud Tuhan. Kalau seandainya wujud Tuhan tidak ada, maka segala yang ada ( mawjud ) ini tidak pula akan ada. Karena itu ia menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang ada ini sebenarnya tidak mempunyai wujud sendiri. Wujud Tuhan adalah hakikat dari semua wujud yang ada ini.
Kata hakikat juga digunakan dalam ilmu balagah, sebagai lawan dari majaz ( metafora ). Yang dimaksud hakikat dalam ilmu balagah ialah lafal atau ungkapan yang dipergunakan sesuai dengan penegertian aslinya. Misalnya kata “tangan” biasanya dipakai untuk tangan sebagai salah satu anggota tubuh manusia, tetapi dapat pula diartikan dengan arti kekuasaan, seperti raja itu bertangan besi.
Karena hakikat sesuatu itu senantiasa ada, maka kalangan filsuf Islam ada yang memandang bahwa alam ini adalah kekal. Yang berubah pada alam ini hanya bentuk dan sifatnya, sedangkan intinya adalah bersifat lestari. Hakikat yang universal seperti ini disebut oleh al-Khindi dengan Haqiqah Kulliyah atau bisa disebut juga nahiyah.
Di samping hakikat yang universal tersebut ada lagi hakikat yang terdapat pada masing-masing benda atau pada sesuatu yang ada. Hakikat ini dapat dinamakan dengan Haqiqah Juz’iyah atau biasa juga disebut aniyah.
Bagi Ibnu Sina, dua hakikat yang disebut di atas hanya ada pada benak manusia, sedangkan yang tampak pada kenyataan adalah wujud hakikat tersebut. Jadi yang paling berperanan bagi Ibnu Sina pada sesuatu adalah wujudnya.
Istilah hakikat juga dipergunakan di kalangan tasawuf sebagai imbangan kata syariat. Kata hakikat disini identik dengan aspek kerohanian dari ajaran Islam. Karena itu kajian tentang hakikat dimulai dengan aspek moral yang dibarengi dengan aspek ibadah. Jika kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, akan meningkatlah kondisi mental seseorang dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi melewati fase-fase. Suatu saat, ketika kondisi mentalnya telah sampai pada tingkat tertinggi, Tuhan akan menerangi hati sanubari orang tersebut dengan nur-Nya, sehingga pada wakti itu ia betul-betul dengan dengan Tuhan, dapat mengenal Tuhan, dan dapat melihatNya dengan mata hatinya. Orang yang telah sampai pada tingkat ini di kalangan tasawuf dinamakan ahli hakikat.
Lebih jauh bila hakikat dipergunakan untuk Tuhan, maka artinya menurut kajian tasawuf ialah sifat-sifat Allah SWT. Adapun zat Allah SWT sendiri disebut dengan al-Haqq. Kajian tentang hakikat dan al-Haqq ini pertama kali dikembangkan oleh al-Hallaj, kemudian dikembangkan oleh Ibnu Arabi.
Bagi al-Hallaj, antara manusia dan Tuhan terdapat jarak sehingga masing-masing mempunyai hakikat sendiri-sendiri. Tetapi antara dua hakikat itu terdapat kesamaan. Dengan demikian bila kesamaan itu telah semakin mendekat, maka kaburlah garis pemisah antara keduanya. Ketika itu terjadilah persatuan ( hulul ) antara al-Haqq dan manusia.
Sedangkan bagi Ibnu Arabi, segala sesuatu yang ada berasal dari Tuhan. Oleh karena itu ia bergabung dalam wujud Tuhan. Kalau seandainya wujud Tuhan tidak ada, maka segala yang ada ( mawjud ) ini tidak pula akan ada. Karena itu ia menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang ada ini sebenarnya tidak mempunyai wujud sendiri. Wujud Tuhan adalah hakikat dari semua wujud yang ada ini.
Kata hakikat juga digunakan dalam ilmu balagah, sebagai lawan dari majaz ( metafora ). Yang dimaksud hakikat dalam ilmu balagah ialah lafal atau ungkapan yang dipergunakan sesuai dengan penegertian aslinya. Misalnya kata “tangan” biasanya dipakai untuk tangan sebagai salah satu anggota tubuh manusia, tetapi dapat pula diartikan dengan arti kekuasaan, seperti raja itu bertangan besi.
The Best Casino Deals (Nov 2021) | MapyRO
ReplyDelete› › All Vegas Hotels › 김천 출장샵 › All Vegas Hotels Looking for The Best Casino Deals? MapyRO has everything you need 보령 출장안마 to travel to 경주 출장샵 and save money on 세종특별자치 출장안마 your trip. 상주 출장안마