Tuesday, 2 June 2009

Furu'

Furu’ dalam bahasa Arab berarti cabang, dahan, ranting atau bagian. Dalam ilmu ushul fiqih furu’ diartikan hukum keagamaan yang tidak pokok, yang berdasarkan hukum dasar.

Dikaitkan dengan persoalan keagamaan, masalah furu’ berarti persoalan-persoalan rincian dari masalah pokok keagamaan. Misalnya, Zakat adalah masalah pokok, tetapi masalah apa-apa yang wajib dizakatkan adalah hal-hal yang sudah termasuk ke dalam furu’. Shalat adalah masalah pokok, tetapi rincian pelasanaannya, waktu, syarat, dan rukunnya adalah masalah furu’.

Wilayah furu’ adalah wilayah ijtihad para ulama’, karena tidak terperincinya suatu hukum atau ketentuan dari al-Qur’an tentang status hukum suatu amaliyah. Pada umumnya, teks Qur’an dan Hadits hanya memberikan masalah-masalah pokok yang kemudian dikembangkan oleh para ulama’ dalam koridor furu’iyah.

Dalam proses ijtihad, ulama menggunakan beberapa metode untuk mendapatkan suatu hukum terhadap masalah furu’. Beberapa ulama menggunakan metode analogi ( qias ) terhadap sesuatu yang dapat dikiaskan, ada pula yang menggunakan istihsan, al-maslahah al-mursalah, istishab, atau sadd az-zara’i.

Wilayah ijtihad ini merupakan keistimewaan Islam, memandang perkembangan dunia Islam yang begitu pesat, sehingga konsepsi hukum islam terhadap penganutnya membutuhkan kerja ekstra bagi para mujtahid. Tentunya dalam metode dan hasil dari furu’ itu sendiri menghasilkan hukum furu’iyah yang berbeda pula. Itu membuktikan Islam adalah agama yang rahmah, karena perbedaan itu memberikan pilihan kepada masyarakat Islam untuk memilih sesuai dengan kemampuan dan kecocokan dengan situasi dan tempat mereka berada.

1 comment:

  1. Dalam shalat, terdapat pula Ushul (hal pokok) yang tidak boleh berbeda, seperti jumlah raka'at, arah kiblat (dlm kondisi normal), waktu shalat,dll...
    Jadi, jumlah raka'at bukan termasuk furu...

    ReplyDelete